23 Mei 2008

Bulan Mei, 10 Tahun yang lalu...

Living Dangerously in UGM

Pada suatu malam,dibulan mei 1998,tepatnya tanggal 8 malam, kira-kira Pukul 22.00, seorang kawan datang terburu-buru di basecamp kami, sekretariat Keluarga Mahasiswa Matematika (KMM F MIPA UGM).
Kampus memang telah menjadi tempat tinggal kami, ada yang resmi yang tinggal disitu, ada yang sebagai tempat tinggal kedua, ada yang karena keinginan juga ada yang karena keterpaksaan

"Titip motor, temen ku hilang di gejayan.." katanya sambil tergopoh-gopoh..
Kami yang sedang berkumpul, seperti biasa, membahas situasi aksi mahasiswa dan politik pada saat itu yang sangat semarak langsung bereaksi...
"Hilang dimana?"
"Di Gejayan, ikut demo tadi siang. Aku mau nyari sekarang, gak berani pake motor, tadi barusan dari sana, aparat ngamuk, pada ditangkapin, kalo pake motor malah gak bebas sembunyi.." katanya dengan nada geram
Gejayan adalah salah satu kawasan kampus, disitu ada kampus IKIP (sekarang UNY), berseberangan jalan dengan USD (Universitas Sanata Dharma)

"Aku ikut.." aku memberanikan diri untuk bergabung
"aku juga.." tiga teman lainnya bergabung untuk menelusuri ke jalan Gejayan, yang berjarak kurang lebih 3 km dari base camp kami.

Dalam kondisi normal, tentu saja kami tidak akan mau berjalan sejauh itu, apalagi Pukul 10 malam. Namun, karena solidaritas teman, serta rasa jengkel dan gerah terhadap situasi politik serta ditambah sikap represi aparat yang sudah diluar kendali, rasa kejengkelan itu seperti mampu menghapus rasa jeri dan melipat gandakan nyali kami untuk memberanikan diri menuju kawasan yang sedang berbahaya pada saat itu.

Aksi-demi aksi mahasiswa pada saat itu bisa diprediksi, jika di gelar di dalam kampus, kecil kemungkinan akan rusuh, paling- paling satu dua intel ketahuan ketangkap mahasiswa, dan bakalan remuk dipukulin massa, pernah suatu saat Amien Rais turun sendiri untuk melerai para demonstran yang ramai-ramai memukuli seorang intel yang tertangkap, gara-gara pistolnya menyembul dari balik pinggang.. memang hanya sekedar pelampiasan simbolis.

Menyusuri jalan gejayan pada saat itu ternyata sangat mencekam, hampir tidak ada penerangan listrik, karena lampu-lampu banyak yang tumbang dirobohkan amarah massa, marka pembatas jalan jebol disana sini dirusak massa.. suasana begitu senyap, sepertinya habis ada sweeping besar-besaran oleh aparat yang menyisir jalan itu sampai ke gang-gangnya, karena di kawasan itu hampir tiap rumah adalah tempat kost mahasiswa. Dan kawasan yang biasanya ramai lalu lalang manusia itu seperti kuburan, tak ada suara dan suram karena gelap.

Di beberapa tempat di kawasan itu terdapat kerumunan massa, mungkin masa sisa dari aksi demo sore hari nya atau mungkin massa cair yang bergabung kemudian. Di lain tempat ada kerumunan aparat yang siap bergerak. Suasana seperti perang terbuka, namun jelas massa cair tentu akan kalang kabut karena aparat dipersenjatai dengan lengkap. Di suasana itu tentu saja kami was-was, karena sudah jadi berita umum, mahasiswa yang tertangkap dan jadi babak belur dihajar aparat… dan itu bukan hanya isapan jempol belaka, karena beberapa teman aku sendiri pernah mengalami.

Akhirnya, setelah hampir dua jam berkeliling di kawasan, kami pun pulang dengan hasil nihil. Seorang kawan dari teman kami tak dapat kami temukan. Entah raib kemana..

Sambil berjalan pelan dan hati-hati, waspada bila tiba – tiba bertemu aparat yang sudah diluar kontrol.

Aku sempat berujar..
“Wah kalau yang rusuh di Jalan Kaliurang, kita gak bisa menginap di kampus nih..”
Dan itu benar-benar terjadi , beberapa hari kemudian..

Sepulang dari kawasan gejayan, paginya ada kabar, seorang kawan yang kami cari semalaman ternyata sudah tergolek di RS Panti Rapih..
Kabar yang paling heboh adalah kabar duka, pada malam kami menelusuri kawasan Gejayan dan kampus Sanata Dharma, ternyata ditemukan seorang korban tewas, diduga karena dihajar aparat. Orang itu adalah Mozes Gatotkaca,. Yang namanya kini di abadikan sebagai nama jalan di sebelah selatan kampus Sanata Dharma

Hampir tiap hari pada masa itu di gelar demonstrasi, baik di dalam maupun luar kampus, sebagai luapan kejengkelan pada kondisi, disisi lain, aparat juga sudah mulai kehilangan batas kesabaran, meskipun mereka hanyalah korban tanggung jawab sebagai alat Negara, alat kekuasaan.

Beberapa hari kemudian ada aksi lagi, kali ini di Jalan Kaliurang, di depan Kampus Pertanian UGM.

Sementara kami masih di Kampus Mipa Utara, kira-kira 500 m sebelah utara lokasi demo, kami masih santai ngumpul-ngumpul..
Seorang teman berujar,
“tunggu aja nanti Pukul 2 an siang, pasti bentrok kok kalo di jalan..”
“oke lah, seru juga kali kalo bentrok di Jakal..” kataku..

Pukul 14.00
Kami berjalan kaki menuju lokasi demo, massa demonstran yang berpusat di depan kampus pertanian sudah mencair ke Jalan Kaliurang, dan sudah mulai terjadi dorong mendorong antara massa yang terdepan dengan aparat…
Samar-samar terlihat panser yang membawa canon water di kejauhan, diparkir di sebelah barat Mirota Kampus



Pukul 14.15
Terdengar suara dari pengeras suara aparat, “mahasiswa diharap membubarkan diri sebelum pukul 15.00, kalau tidak, akan dibubarkan secara paksa”

Pukul 14.30
Massa bukannya surut namun bertambah banyak, entah dari mana saja pada berdatangan
Aksi dorong mendorong semakain ramai, orang-orang itu sudah mulai menanggalkan rasa cemas, takut serta was-was..

Pukul 15.00
Aparat memenuhi janjinya, perlahan tetapi pasti merangsek maju dan menyiapkan pertahanan, dengan tameng kaca nya..
….blarr…
Gas air mata mulai berjatuhan, membuat mata pedih, nafas sesak..
Canon water mulai menyemprotkan air, hitam dan keruh… nantinya kami sadari bagi mereka yang terkena semprotan akan membekas di pakaian sebagai stempel bahwa aparat boleh menghajar orang yang tertangkap dengan baju bernoda…

Masa mulai memudar, berlarian kesana kemari, karena tak sanggup menahan pedih mata..
Sebagian berlari menuju ke bunderan UGM, di bunderan terlihat sejumlah kecil polisi..
Sebagai pelampiasan, kami mengejar polisi, bahkan ada yang membawa bambu panjang, “genter” istilah jawanya.. polisi tanpa senjata lengkap itu lari ke arah selatan

Dengan nekat, kami mengejar, namun, tiba – tiba dari arah kanan, arah Mirota Kampus, beberapa personel Gegana melaju kencang, satu pegang kemudi di depan, satu lagi bonceng di belakang dengan berdiri sembari mengarahkan moncong senjata…

Jika di hutan, macan adalah makhluk yang paling ditakuti, namun dalam setiap aksi massa, Gegana inilah yang paling dihindari, karena selain cepat mereka diyakini memiliki kemampuan yang diatas polisi biasa.

Melihat makhluk angker bernama Gegana tersebut, tentu saja kami putar balik, berlari kembali menuju kampus (kearah utara). Para personel Gegana tersebut kemudian bersiap siaga tepat di depan bunderan, dengan posisi siap tembak, seperti pemburu yang sedang mengincar babi hutan..
Konsentrasi masa perlahan berpindah ke sekitar gelanggang Mahasiswa (kira-kira 50 meter utara bunderan UGM). Karena kami meyakini otonomi kampus, bahwa kampus bebas dari campur tangan aparat, namun itu nanti terbukti keliru besar..

Aparat juga semakin bertambah di bunderan UGM.
Entah siapa yang mulai
Tiba-tiba batu mulai beterbangan.
Chaos tak dapat dihindarkan..
Aparat mulai merangsek maju.. kami lari tunggang langgang menuju area auditorium Graha Saba Pramana..
Sempat terlihat seorang perempuan berlarian maju mundur, sambil melempar batu ke a rah aparat…

Terdengar letusan senapan semakin riuh rendah…
Aku sendiri hampir terjatuh ketika beberapa aparat mengejar kami..

Sore mulai hadir, langit menggelap…
Letusan senjata masih sesekali terdengar menyalak..
Namun massa masih berlarian kesana kemari menyelamatkan kepala dari desing peluru karet, tapi nantinya diketemukan selonsong peluru timah.., ada yang menuju ke utara, arah gedung pusat (Rektorat), ada yang kearah timur, ada yang menuju ke barat, arah Sendowo…
Aku sendiri bergabung ke arah barat, dan beruntung, jalur itu yang paling aman, karena mereka yang sembunyi dalam gedung Rektorat pun ditangkapi aparat..

Selepas maghrib, kami berhasil berkumpul di markas KMM, Mipa Utara..
Apes, Seorang teman yang tidak ikut aksi, hanya menonton di pinggir pagar depan kampus, tertembak di betisnya, memang hanya peluru karet, namun tetap membuatnya bocor sehingga harus jalan dengan terpincang-pincang…

Ternyata keadaan belum aman…
Suara motor tunggangan Gegana masih meraung-raung di sekitar kampus kami.
Seorang kawan datang terburu-buru,
“Sweeping masuk kampus, cepat sembunyi…Aparat masuk kampus Farmasi, nangkepin yang pada sholat maghrib..”
Kampus farmasi bersebelahan dengan kampus kami..
“Anjing..!!” seorang kawan mengumpat
Akhirnya kami berpencar, mencari tempat berlindung dirumah kami sendiri. Karena memang kampus bukan hanya tempat kami kuliah, namun telah menjadi tempat tinggal.. bahkan sampai bertahun-tahun kemudian..

Kami tercerai berai pada, seorang kawan sembunyi di bangunan mushola yang belum selesai dibangun, sementara motor gegana meraung-raung kira – kira 50 meter jaraknya..
Kawan lain sembunyi di sebuah kamar mandi ruang kuliah..
Aku sendiri memilih masuk ke secretariat KMJ (Keluarga Mahasiswa Jurusan), bersama beberapa kawan, memasrahkan diri pada nasib, karena jika aparat masuk ke sekretariat, tak ada pintu lain untuk kabur..

Pukul 20.00, keadaan mulai terkendali, perlahan kami berkumpul kembali. Dengan membawa cerita masing-masing:..
“aku sembunyi di kamar mandi, kupikir sendirian, ternyata pas nengok keatas, ada dua orang diatas...”
“Si bedu kena pukul tuh, tapi gak papa, cuman memar dikit..” seorang kawan menimpali..
“Kalian tahu gak, ada anak baru pulang praktikum ditembak, pakai peluru timah, sekarang di Sardjito (Rumah sakit), kasian padahal gak tau apa-apa..”
Dan memang benar, seorang mahasiswa pertanian baru pulang praktikum tertembak disudut kampus kami tak jauh dari tempat kami tinggal.

Nantinya, banyak cerita apes kawan-kawan kami yang tak tahu apa apa kena hajar aparat yang frustasi..
Beredar isu dari kawasan kampus non exact bakal ada sweeping besar-besaran malam itu..
“kita harus mengungsi..”, kata seorang kawan yang cukup senior.
“ Oke, tapi kemana? Aparat pasti masih berkeliaran..”
“kemana ajalah, tapi mendingan makan dulu, sambil lihat – lihat situasi diluar..”
“Oke, biar aku aja yang nyari makan, tapi ditemenin..” kataku, merasa yang paling junior di gerombolan anak malam kampus. Karena memang baru tahun pertama aku di bangku kuliah.
Kamipun berangkat, menyusuri gulita, keadaan benar – benar seperti perang..gelap disana – sini, kami berjalan perlahan dengan waspada.

Akhirnya ritual makan malam pun berjalan dengan aman, tetap dalam keadaan gelap, karena menyalakan lampu sama dengan mengundang aparat yang konon kabarnya masih melakukan penyisiran di kampus UGM yang memang luas.

Malam itu, kami sepakat mengungsi ke kost teman di kawasan yang relatife aman, di daerah Sendowo, belakang Rumah Sakit Sarjito. Lagi-lagi, kami berjalan dengan hati-hati, kurang lebih satu setengah kilometer.

Namun, pengungsian itu hanya bertahan tidak sampai satu hari, karena keesokan harinya, pagi-pagi benar kami kembali ke markas, dan hampir seminggu kami tidak pernah menyalakan lampu.

20 Mei 1998
Aksi massa besar-besaran diselenggarakan, di bawah restu Raja Yogyakarta, semua berjalan lancar. Aksi sejuta umat, karena memang jalanan Jogja menuju alun – alun utara penuh dengan lautan manusia, dan dijalan-jalan banyak masyarakat menyediakan dukungan logistik, berupa air minum maupun makanan kecil. Bisa jadi ini adalah aksi massa terbesar dalam sejarah Indonesia.
Tak ada lagi aparat yang mengamuk
Polisi hanya menertibkan jalan, .

21 Mei 1998
Sang penguasa tunggal Indonesia, Jenderal Besar Soeharto, orang kedua yang berpangkat Jenderal bintang lima, selain Panglima Besar Jenderal Sudirman, turun tahta.
Lengsernya Soeharto disambut suka cita luar biasa. Beberapa pentolan Senat Mahasiswa dan penggerak aksi, bercukur gundul, plontos, sebagai tanda syukuran.

Kami pun membahas berbagai kisah seru yang menyertai lengsernya Soeharto.
Memang hampir tak ada kontribusi kami pada jalannya reformasi, karena kami hanyalah salah satu sekrup kecil dalam sebuah mesin besar bernama reformasi.
Namun, melihat kondisi saat ini, kami merasa sia-sia dengan apa yang telah kami alami dahulu…

0 comments:

Posting Komentar

thankz for comment..